Sekilas istilah “Fotografi Buta” memang agak unik dan jarang. Karena lomba dan seminar fotografi konvensional sudah sangat banyak, kedua komunitas fotografi TTC (Time Travel Community) Universitas Dian Nuswantoro (Udinus) bersama DPC (Djarum Photography Club) ini bersama-sama menggelar acara yang mengangkat tentang keunikan fotografi buta.

 

Seminar yang diawali dengan pengumpulan lomba fotografi bertajuk “Indonesia dalam bingkai abstrak” ini berlangsung di Ballrom Merapi Hotel Grasia Semarang Minggu (4/10) kemarin. Sebanyak 82 foto terkumpul ke panitia, yang ke-20 besarnya dipamerkan bersama karya Risman Marah, pelopor fotografi buta Indonesia yang sekaligus jadi narasumber di seminar tersebut. Jepretan Nino Febrioki mahasiswa Desain Komunikasi Visual (DKV) Udinus yang diberi judul “Jatingaleh Kala Itu” berhasil memikat juri dan menjadikannya juara 1.

 

Bagi Risman, pelaku fotografi tidak terbatas hanya untuk mereka yang bisa melihat. Kegigihan laki-laki kelahiran Bukittinggi 1951 ini dalam bereksperimen, mengantarkannya menjadi orang pertama yang memperkenalkan tehnik fotografi buta di Indonesia. “Untuk memahami suatu karya kita tidak boleh apriori dan mendeskreditkan,” ujarnya. Karena tidak selamanya hasil foto yang gagal itu jelek. Seperti hasil foto tunanetra misalnya. “Sebuah karya seni murni merupakan ekspresi dari penciptanya, seni itu mentransformasi karya keindahan yang pernah kita lihat kepada orang lain” imbuhnya memberikan kesimpulan. (*humas)