Kesehatan merupakan salah satu anugerah Tuhan yang diberikan kepada hamba-Nya sehingga kita sebagai manusia patut mensyukuri anugerah tersebut. Kesempurnaan dan kesehatan baik fisik maupun mental merupakan harapan yang timbul bagi semua orang. Namun kehendak Tuhan terkadang memang tidak bisa dilawan oleh manusia. Itulah yang terjadi pada Eka Pratiwi Taufanty, mahasiswi jurusan Inggris S1 Universitas Dian Nuswantoro (Udinus). Ia mengalami gangguan penglihatan sejak duduk di bangku kelas 2 SMP. Kala itu gangguan yang dideritanya adalah rabun jauh yang lantas mengharuskan Eka memakai kaca mata. Kebiasaan Eka yang memakai tetes mata ketika matanya terasa sakit justru membuat gangguan penglihatannya semakin parah. Alhasil, enam tahun kemudian ia divonis oleh dokter menderita penyakit glukoma yang membuat kedua matanya tidak dapat melihat apapun.

 

Setelah sempat terpuruk kurang lebih dua tahun yang kemudian membuat ia meninggalkan bangku kuliahnya pada 2010 di salah satu perguruan tinggi di Tegal, Eka lalu bangkit usai ia berkenalan dengan salah satu teman sesama tuna netra melalui akun media sosial. Siapa sangka perkenalannya itu membuat ia perlahan-lahan mulai bangkit dari keterpurukannya. Berbekal passion yang sama, ia kemudian mulai berbagi segala hal pada teman barunya yang lantas mengenalkan Eka pada sebuah aplikasi pembaca layar untuk tuna netra. Setelah itu Eka lantas memutuskan untuk melanjutkan pendidikan tingginya di Udinus pada 2012 lalu, alasan yang ia ungkapkan cukup sederhana karena kala itu kampus yang terletak di kawasan Tugu Muda ini menurutnya dapat menerima penyandang disabilitas dengan baik.

 

Perjuangan Eka untuk memulai kehidupannya di kampus tidaklah mudah. Ia harus berusaha lebih keras dari teman-teman kuliahnya yang normal. Tak jarang dengan keterbatasan yang dimiliki ia dipandang sebelah mata oleh orang lain. Namun hal itu tak lantas membuat ia terpuruk, justru dengan pandangan sebelah mata ora lain ia jadikan sebagai penyemangat untuk membuktikan bahwa meskipun memiliki kekurangan ia bisa membuat prestasi. Seiring berjalannya waktu, perlahan teman-teman Eka bahkan dosen mulai mendukung dan memberikan kesempatan kepada Eka untuk menorehkan prestasi. Dan itu ia buktikan dengan beberapa prestasi yang berhasil ia raih selama menjadi mahasiswi Progdi Inggris S1 Udinus. “Teman-teman saya dan dosen selalu memberikan dukungan baik moral maupun finansial, yang paling aku hargai adalah dukungan kepercayaan yang mereka berikan kepada saya,” ujar Eka.

 

Pada 2014 silam, ia berangkat menuju Hongkong untuk mempresentasikan hasil gagasannya dengan topik meningkatkan kemampuan bahasa inggris tuna netra dengan internet menggunakan media gadget layar sentuh. Paper yang ia buat bertujuan agar para penyandang tuna netra harus bisa bersaing di dunia global salah satunya dengan meningkatkan kemampyan berbahasa inggris yang dikombinasikan dengan teknologi.   “Intinya kita berharap agar tuna netra bisa semakin maju”, ujar Eka. Ia berhasil lolos seleksi dan masuk ke 8 besar di ajang World Blind Union yang kemudian diberi kesempatan untuk mepresentasikan karyanya bersama 7 penyandang disabilitas dari berbagai negara di Asia Pasifik.

 

Tak hanya itu, sejumlah prestasi lain juga pernah ia raih diantaranya adalah ketika Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) pengabdian masyarakat yang ia buat lolos dan didanai oleh Dikti. Melalui PKM yang dibuat oleh Eka, ia lantas memberikan training kepada siswa-siswa SLB berupa pembelajaran komputer. Pada semester awal kuliah, Eka yang kini menginjak semester 7, juga pernah meraih juara 3 pada lomba pidato Bahasa Inggris di salah satu universitas negeri di Semarang. (*humas)